Ilustrasi : Wikipedia |
Jangan pernah berharap sanggup mendapat uang yang melimpah dengan mencoba mencuri kerangka penulis drama tersebut, atau mencoba menyimpannya sendiri semoga sanggup tertular kemahirannya dalam menulis karya- karya.
Shakespeare dahulu sudah pernah menduga dan memperkirakan betul bagaimana sikap keserakahan insan di masa- masa yang akan datang. Karena itu Shakespeare disaat masih hidup ia sudah menyiapkan sebuah kutukan untuk melindungi dirinya ketika ia sudah meninggal nanti.
Kutukannya tersebut diukir pada kuburan Shakespeare ini yang mungkin telah menyelamatkan kerangkanya dari penggalian.
Penggalian tulang orang mati pada masa Shakespeare sudah lazim ditemukan, baik untuk tujuan keagamaan ataupun penelitian. Kerangka yang ditemukan seringkali diangkat untuk memberi jalan bagi kuburan lain dan ditimbun di daerah penimbunan tanah atau bahkan dipakai sebagai pupuk.
Melihat insiden yang terjadi, dramawan Inggris itu pun menjadi sangat khawatir insiden semacam itu akan terjadi dan menimpa dia, sehingga ia meminta dituliskan sebuah kutukan di makamnya di Holy Trinity Church, Stratford-on-Avon, sebagai peringatan bagi para penggali kuburan sesudah ia meninggal pada tahun 1616.
“Good frend for Jesus sake forebeare,/ To digg the dust encloased heare;/ Bleste be the man that spares thes stones,/ And curst be he that moves my bones,” demikian goresan pena yang terpatri di makam penulis The Four Tragedies tersebut. Kalimat kutukan terlihat di kalimat terakhir “And curst be he that moves my bones” (“Dan terkutuklah beliau yang memindahkan tulang-tulangku”).Dr. Philip Schwyzer, dosen senior di Exeter University, berkata, “Shakespeare mempunyai obsesi yang tak biasa dengan pemakaman dan kekhawatiran bahwa kuburannya akan digali orang. Prasasti keras di watu nisan setidak ikut bertanggung jawab atas kenyataan bahwa tidak ada proyek yang berhasil untuk membuka kuburan itu.”
Schwyzer, yang menilik gagasan dalam buku gres “Archeologies of English Renaissance Literature”, menambahkan, “Tulisan di watu nisannya menandai pernyataan terakhirnya yang tak kenal kompromi mengenai pendapat yang memenuhi pikirannya sepanjang karirnya sebagai penulis drama.”
Mimpi jelek langsung digambarkan dalam karya menyerupai Hamlet, Romeo and Juliet dan Richard III.
Kecemasan mengenai perlakuan jelek atau penggalian mayit ditemukan di setidaknya 16 dari 37 drama. Dari sana terlihat keprihatinan ini seringkali terlihat dibandingkan dengan kekhawatiran mengenai ajal itu sendiri