Kisah Puasa Mualaf Irena Handono

Peristiwa ke Islamanan-ku terjadi satu hari menjelang bulan Ramadhan pada tahun 1983, dan saya dikasih tahu bila besok umat Islam harus menjalankan puasa Ramadhan.

Dalam agama yang dulu saya anut, yakni agama Katholik, ada juga istilah puasa tapi konsepnya berbeda. Sehingga, bersama-sama saya sudah mengenal puasa semenjak masih kecil. Dalam agama baruku yaitu agama Islam, saya menemukan hukum puasa yang paling lengkap, antara lain diterangkan ihwal tujuan puasa, kapan dimulainya, waktunya ditentukan, sumber perintahnya terang dan semuanya dijabarkan secara rinci. Titik tekannya dalam ibadah puasa, bagaimana relasi kita dengan Allah swt.


Pertama kali menjalankan puasa Ramadhan, kondisiku masih belum stabil. Aku belum menggunakan jilbab dan sendirian mengontrak kamar. Kota Surabaya yang panas menciptakan kondisiku lemah antara waktu Azhar sampai jelang maghrib. Sehingga sempat tertidur sesudah lelah membaca al-Qur’an. Waktu bangun, kulihat jam belum menawarkan waktunya berbuka. Namun, saya tetap tegar dan berkata dalam hati, bahwa saya harus bisa atau mampu, apapun yang terjadi. Aku yakin, tidak ada orang yang meninggal dunia gara-gara berpuasa.

Untuk buka puasa, saya melakukannya seorang diri. Sebab, saya belum bersosialisasi dengan lingkungan baruku. Padahal, saya menginginkan berkumpul dan berbuka puasa bersama keluarga. Sayangnya keluarga masih dengan agama lamanya. Aku yakin itu akan indah sekali. Tapi saya tidak menikmatinya. Demikian pula untuk sahur. Seringkali saya membeli roti dan pernah terlambat berdiri sahur, sementara waktunya hampir masuk imsak. Saat itu, saya hanya sempat bisa menghabiskan air. Namun, saya tetap berpuasa.

Kenangan awal yang unik ialah seringkali saya mau minum. Hampir saja saya teguk air, lalu eksklusif ingat bila saya lagi puasa. Pernah juga sudah diteguk, untungnya belum ditelan, saya keluarkan lagi. Semuanya tidak sadar, alasannya ialah belum terbiasa puasa. Semua itu sekarang tinggal kenangan. Saat ini saya sudah mantap dan siap untuk berpuasa. Sebab dalam fatwa Islam, perang terbesar ialah mengalahkan diri sendiri untuk melawan hawa nafsu dan itulah peperangan yang terjadi di bulan Ramadhan.